Berita: NEWS POST. MY. ID
MAMUJU, Program Nasional, Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang sebagai salah satu upaya pemerintah meningkatkan kualitas gizi siswa sekolah menengah atas kini tengah menuai sorotan. Di SMA Negeri 1 Mamuju, Sulawesi Barat, menu yang dibagikan kepada ratusan siswa pada Selasa, 2 September 2025, memunculkan tanda tanya besar: nasi, sebagai makanan pokok utama masyarakat Indonesia, justru tidak tersedia. Sebagai gantinya, pihak penyedia hanya menyajikan mie.
Sejumlah orang tua murid yang ditemui mengaku terkejut. “Namanya makanan bergizi, seharusnya lengkap: ada karbohidrat, lauk, sayur, dan buah. Kalau hanya mie, bagaimana bisa disebut seimbang?” ujar seorang wali murid yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Kejadian ini menimbulkan polemik lebih luas. Publik mempertanyakan standar gizi yang digunakan pemerintah daerah maupun sekolah dalam mengelola program MBG. Apalagi, anggaran program ini disebut cukup besar, dialokasikan dari dana pusat yang khusus ditujukan untuk meningkatkan ketahanan pangan sekaligus kualitas pendidikan.
Investigasi awal menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara menu yang tertera di rencana anggaran belanja dan yang diterima siswa di lapangan. Dalam dokumen yang beredar, setiap paket makanan semestinya terdiri dari nasi, lauk utama berupa protein hewani, sayuran, serta tambahan buah atau susu. Namun, di SMA Negeri 1 Mamuju, realisasinya hanya sebungkus mie goreng dengan sedikit lauk pauk seadanya.
Pihak sekolah hingga kini belum memberikan penjelasan rinci. Kepala sekolah, saat dikonfirmasi, hanya menyampaikan bahwa distribusi makanan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak ketiga. “Kami sebatas penerima. Untuk masalah menu, itu urusan penyedia,” katanya singkat.
Namun, keterangan berbeda datang dari salah satu penyedia katering yang enggan disebutkan namanya. Ia menyebut adanya tekanan untuk menekan biaya operasional. “Kalau harus lengkap dengan nasi, lauk, sayur, dan buah, anggarannya tidak cukup. Jadi kami disuruh menyesuaikan,” ujarnya.
Kasus ini membuka ruang dugaan adanya potensi penyimpangan dalam implementasi program MBG di daerah. LSM pemerhati pendidikan dan gizi anak di Mamuju telah menyerukan agar pemerintah provinsi dan aparat penegak hukum turun tangan melakukan audit menyeluruh.
Program MBG yang seharusnya menjadi solusi justru dikhawatirkan hanya akan menjadi formalitas belaka jika pengawasannya lemah. “Jangan sampai anak-anak kita dijadikan korban eksperimen program yang tidak jelas standarnya. Kalau gizi tidak terpenuhi, itu sama saja gagal,” tegas salah satu aktivis pendidikan.
Kini, publik menunggu langkah tegas pemerintah daerah maupun pusat untuk melakukan klarifikasi, evaluasi, dan bila perlu investigasi hukum. Sebab, di balik sebungkus mie yang menggantikan nasi, tersimpan pertanyaan besar: apakah program yang bernama “Makanan Bergizi Gratis” benar-benar bergizi, atau sekadar nama tanpa makna?
Sumber:pesona mandar
(Tim.Red)