Soppeng — Program revitalisasi satuan pendidikan di SDN 167 Togigi, Kabupaten Soppeng, yang menelan anggaran sebesar Rp 476.888.241 dari APBN Tahun 2025, menuai sorotan tajam publik. Pasalnya, hasil pantauan sejumlah media menunjukkan bahwa kondisi fisik bangunan di lokasi proyek dinilai tidak sebanding dengan besarnya anggaran yang tercantum pada papan informasi kegiatan.
Dari hasil observasi di lapangan, bangunan WC sekolah tampak baru dibangun, sementara beberapa ruang kelas hanya mengalami perbaikan ringan. Temuan ini menimbulkan tanda tanya besar terkait transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana revitalisasi yang seharusnya mengikuti petunjuk teknis (juknis) yang berlaku.
Saat dikonfirmasi di ruang kerjanya pada Senin (11/11/2025), Kepala Sekolah Hasanuddin bersama bendahara sekolah membenarkan adanya pengeluaran dana untuk pembelian bahan bangunan. Namun, bendahara mengakui bahwa dana tersebut diserahkan langsung kepada tukang, bukan melalui panitia pembangunan sebagaimana mekanisme swakelola yang semestinya. Padahal, panitia pembangunan telah dibentuk di awal program.
Menanggapi hal itu, Ketua LSM Lembaga Pemantau Korupsi dan Aparatur Negara (LPKN), Alfred Surya Putra Panduu, menegaskan bahwa jika benar pengelolaan dana dilakukan tanpa melalui panitia resmi, maka perlu dilakukan audit menyeluruh terhadap proyek tersebut.
“Kalau memang benar bendahara memberikan uang langsung kepada tukang untuk belanja bahan, itu harus diaudit. Apalagi kalau sampai dipihak-ketigakan, jelas itu sudah pelanggaran aturan juknis,” tegas Alfred.
LSM LPKN berencana melayangkan laporan resmi kepada instansi terkait untuk menindaklanjuti dugaan penyimpangan ini. Publik pun berharap pihak berwenang segera melakukan pemeriksaan dan audit lapangan, agar tidak terjadi penyalahgunaan anggaran negara di sektor pendidikan.Tim







