Soppeng, Sulsel — Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kabupaten Soppeng tengah menjadi sorotan publik setelah diduga melakukan praktik diskriminatif terhadap sejumlah media lokal. Kebijakan sepihak yang mencoret media tertentu dari daftar mitra publikasi dinilai tidak hanya mencederai etika birokrasi, tapi juga merusak pilar demokrasi: kebebasan pers.
Sejumlah media yang diketahui pernah mendukung Paslon 01 di Pilkada lalu tiba-tiba tak lagi dilibatkan dalam kerja sama. Sementara media yang dikenal dekat dengan Paslon 02 — kini menjabat sebagai Bupati — justru tetap digandeng oleh Kominfo tanpa evaluasi yang transparan. Kondisi ini memperkuat dugaan bahwa Kominfo telah disusupi kepentingan politik balas jasa.
"Kominfo bukan milik penguasa, tapi milik rakyat. Kalau sudah digunakan untuk menghukum media yang kritis atau berbeda pilihan politik, ini jelas pelanggaran etika pemerintahan dan pelecehan terhadap kemerdekaan pers," tegas Gasali, Ketua LSM Lidik, Kamis (6/6/2025).
Gasali menilai, apa yang dilakukan Kominfo adalah bentuk soft censorship — penyensoran terselubung dengan cara menyingkirkan media yang tak sejalan. Dalam negara demokrasi, langkah semacam ini harus dilawan.
Ketika dikonfirmasi, Kepala Dinas Kominfo Soppeng, Kanaruddin, justru mengeluarkan pernyataan singkat yang terkesan menghindar.
"Kami terima, Pak, berdasarkan organisasi yang telah bermitra dengan kami," tulisnya lewat pesan WhatsApp, Selasa (3/6/2025).
Pernyataan ini dianggap tidak menjawab substansi. Faktanya, sejumlah media yang sah secara hukum dan sebelumnya rutin bekerja sama, kini tidak lagi diakomodasi tanpa alasan tertulis atau mekanisme evaluasi yang jelas.
Seorang jurnalis senior lokal bahkan menyebut bahwa Kominfo Soppeng telah berubah menjadi "badan penyaring informasi politik."
"Kalau hanya media 'loyalis' yang diberi ruang, maka publik sedang disuguhi narasi tunggal — ini berbahaya. Ini bukan sekadar soal kontrak publikasi, tapi tentang siapa yang mengontrol informasi untuk masyarakat," tegasnya.
Desakan dari berbagai kalangan agar Bupati Soppeng turun tangan langsung mulai mencuat. Mereka meminta agar ada audit independen atas proses seleksi media mitra, serta memastikan bahwa anggaran publik tidak dijadikan senjata politik oleh birokrat partisan.
Sementara publik menanti transparansi dan tanggung jawab, Kominfo Soppeng justru memilih bungkam. Hingga berita ini diturunkan, tak ada klarifikasi tambahan dari pihak dinas terkait.
Catatan Redaksi: Jika benar anggaran publik digunakan untuk menyaring media berdasarkan sikap politik, maka ini bukan sekadar pelanggaran prosedural, tapi ancaman nyata bagi demokrasi lokal di Soppeng.
Heru alias pettaduga Redaksi