Berita: News Post.my.id,-
Soppeng – Proyek Pengendalian Banjir Sungai Walanae di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, menuai sorotan tajam dari Ketua Tim Investigasi dan Monitoring Lembaga HAM Indonesia (LHI), Mahmud Cambang. Proyek yang dikerjakan oleh PT Tantui Enam Kontruksi ini diduga menggunakan material batu gajah ilegal.
Berdasarkan data kontrak, proyek tersebut merupakan pekerjaan dari Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Sumber Daya Air Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang melalui SNVT Pelaksanaan Jaringan Sumber Air Pompengan Jeneberang Provinsi Sulawesi Selatan, dengan rincian sebagai berikut:
Nama kegiatan: Pengendalian Banjir Sungai Walanae, Kabupaten Soppeng
Nomor kontrak: HK.02.01/Au7.1/SPK/VII/01
Tanggal kontrak: 7 Juli 2025
Nilai kontrak: Rp 15.421.862.000
Sumber dana: APBN 2025
Jangka waktu: 165 hari kalender
Penyedia jasa: PT Tantui Enam Kontruksi
Mahmud Cambang mengungkapkan, hasil penelusuran timnya menemukan indikasi kuat penggunaan material batu gajah yang diduga berasal dari galian tanpa izin resmi.
> “Jika benar material yang digunakan berasal dari tambang ilegal, maka ini sangat merugikan negara dan berpotensi melanggar berbagai aturan hukum,” tegas Mahmud.
Ia merinci, penggunaan material ilegal dapat menjerat kontraktor, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), hingga pejabat terkait berdasarkan sejumlah regulasi, di antaranya:
1. UU Minerba (UU No. 3/2020 jo. UU No. 4/2009)
Pasal 158 mengatur sanksi pidana hingga 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp100 miliar bagi pelaku penambangan tanpa izin.
2. UU Tipikor (UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001)
Penggunaan material ilegal yang merugikan keuangan negara dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi dengan ancaman hukuman 4–20 tahun penjara dan denda miliaran rupiah.
3. UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU No. 32/2009)
Tambang liar yang merusak lingkungan dapat dikenakan pidana hingga 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.

“Penggunaan material ilegal bukan persoalan sepele. Ini merugikan negara, merusak lingkungan, dan meruntuhkan kepercayaan publik,” lanjutnya.
Mahmud mendesak aparat penegak hukum mengusut tuntas dugaan tersebut.
> “Jangan hanya berhenti di kontraktor. Telusuri siapa yang memberi restu, siapa yang membiarkan, dan siapa yang bertanggung jawab,” pungkasnya.
Ia menegaskan, bila dugaan ini terbukti, bukan hanya pihak kontraktor yang harus bertanggung jawab, tetapi juga PPK dan kepala dinas terkait, karena mereka memiliki kewajiban mengawasi dan memastikan setiap pekerjaan yang didanai APBN mematuhi regulasi.
> “Kasus ini berpotensi menjadi skandal hukum besar di Soppeng, mencakup tindak pidana Minerba, korupsi, lingkungan, hingga pelanggaran administrasi negara,” tutup Mahmud. (Tim)