Berita: News Post.mym.id,-
KOLAKA – Hubungan akrab antara dua wanita muda di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra), berakhir di meja penyidik kepolisian. Persahabatan PAS (27), warga Kecamatan Pomalaa, dengan WF (27), kini berubah menjadi sengketa hukum setelah utang piutang senilai Rp67 juta tidak kunjung terselesaikan.
PAS resmi melaporkan WF ke Polres Kolaka pada Rabu, 17 September 2025, dengan dugaan penipuan dan penggelapan. “Saya sudah tidak tahu lagi harus bagaimana. Berkali-kali ditagih tidak ada kepastian. Maka saya putuskan lapor polisi,” kata PAS kepada Tempo, Sabtu, 20 September 2025.
Uang Dipinjam Bertahap
Kasus ini bermula ketika PAS memercayai penuh sahabatnya, WF, yang mengaku membutuhkan dana tambahan untuk modal usaha. Karena hubungan pertemanan yang sudah terjalin lama, PAS tak banyak berpikir panjang dan langsung mengulurkan bantuan.
Dana diberikan secara bertahap, mulai 28 Juli hingga 20 Agustus 2025, dengan rincian:
Rp20 juta pada 28 Juli,
Rp7 juta pada 4 Agustus,
Rp5 juta pada 9 Agustus,
Rp10 juta pada 11 Agustus,
Rp10 juta pada 16 Agustus,
Rp5 juta pada 18 Agustus,
Rp10 juta pada 20 Agustus.
Total pinjaman mencapai Rp67 juta. Kesepakatan awal, kata PAS, uang tersebut akan dikembalikan dalam waktu satu bulan. Namun hingga kini, janji itu tak kunjung ditepati.
“Dia bilang untuk usaha. Tapi setelah saya telusuri, ternyata bukan dipakai untuk modal seperti yang dikatakan,” ujar PAS dengan nada kecewa.
Bukan Satu-Satunya Korban
PAS kian terkejut ketika mengetahui WF ternyata juga memiliki utang kepada orang lain. Beberapa sumber di lingkaran pertemanan mereka menyebut jumlahnya bisa mencapai ratusan juta rupiah. Informasi ini makin memperkuat tekad PAS untuk menempuh jalur hukum.
“Saya merasa ditipu. Uang itu susah payah saya kumpulkan. Kalau saya diam saja, bisa-bisa saya tidak akan pernah dapat kembali,” katanya.
Versi WF: Bukan Penipuan, Hanya Bisnis
Dikonfirmasi terpisah, WF membenarkan menerima uang Rp67 juta dari PAS. Namun ia menepis tuduhan penipuan maupun penggelapan. Menurutnya, dana tersebut bukan dipakai konsumsi pribadi, melainkan untuk diputar kembali dalam pola bisnis yang mereka jalankan.
“Uangnya memang saya terima, tapi itu untuk dipinjamkan lagi dengan sistem bunga 20 persen per minggu. Itu memang model usaha kami selama ini,” kata WF.
Ia juga menegaskan dirinya kooperatif dalam proses hukum. Tiga kali panggilan mediasi dari Polsek Pomalaa, ia selalu hadir. “Saya tidak pernah mangkir, saya datang setiap dipanggil,” ujarnya.
WF berkeras bahwa kasus ini seharusnya bisa diselesaikan secara kekeluargaan, bukan dibawa ke ranah pidana.
Polisi di Tengah Perselisihan
Kasus ini kini ditangani Polres Kolaka. Penyidik masih mengumpulkan keterangan dari kedua belah pihak. Menurut sumber internal, polisi telah membuka ruang mediasi, namun belum menemukan titik temu.
Jika penyidikan menemukan unsur pidana penipuan dan penggelapan sebagaimana dilaporkan PAS, WF berpotensi dijerat Pasal 378 dan 372 KUHP. Namun apabila terbukti hanya sengketa utang-piutang biasa, maka jalurnya bisa beralih ke ranah perdata.
Fenomena Utang Antar Teman
Kasus ini menambah deretan konflik keuangan yang lahir dari lingkaran pertemanan. Relasi yang semula dibangun atas dasar saling percaya justru berakhir dengan kecurigaan, amarah, dan proses hukum.
Pakar hukum perdata dari Universitas Halu Oleo, Kendari, menilai fenomena ini kerap terjadi karena tidak adanya perjanjian tertulis maupun jaminan ketika uang dipinjamkan. “Sifatnya hanya berdasarkan rasa percaya. Ketika muncul masalah, sulit dibuktikan di mata hukum,” ujarnya.
Kini, baik PAS maupun WF sama-sama menanggung beban psikologis: satu merasa dikhianati, satu merasa dikriminalisasi. Persahabatan mereka yang dahulu hangat kini retak, tergantikan ruang interogasi polisi. (**)